Perambahan Hutan Mangrove di Rupat Utara Kian Mengkhawatirkan, Tambak Udang Diduga Cemari Lingkungan


BENGKALIS
– Aktivitas perambahan hutan mangrove di kawasan pesisir Pulau Rupat, khususnya di wilayah wisata Pantai Tanjung Lapin, Desa Tanjung Punak, Kecamatan Rupat Utara, semakin mengkhawatirkan. Warga sekitar melaporkan bahwa pembukaan tambak udang di kawasan tersebut tidak mengindahkan metode ramah lingkungan dan diduga telah mencemari lingkungan sekitar.

Dari keterangan warga setempat, terdapat dua lokasi tambak udang yang beroperasi di kawasan tersebut. Lokasi pertama seluas sekitar 4 hektare disebut-sebut milik seorang bernama Awi yang mengatasnamakan kelompok masyarakat. Sementara lokasi kedua diduga milik Kepala Desa Tanjung Punak sendiri, dengan luas sekitar 3 hektare.

Kedua lokasi tambak ini berada di kawasan hutan mangrove yang dilindungi oleh pemerintah pusat dan daerah. Parahnya, limbah dari aktivitas tambak mengalir langsung ke bibir pantai melalui alur parit, menyebabkan pencemaran air laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan nelayan lokal dan daya tarik utama wisata Pantai Tanjung Lapin.

Limbah berwarna hitam pekat dengan bau menyengat yang diduga berasal dari pakan udang dan sisa udang mati itu, menurut warga, telah berlangsung cukup lama. Bau tidak sedap yang ditimbulkan menyebabkan ketidaknyamanan bagi warga dan pengunjung wisata.

"Setiap hari kami mencium bau busuk yang menyengat. Banyak warga dan wisatawan yang mandi di pantai mengeluhkan gatal-gatal di kulit, bahkan ada yang mulai batuk-batuk. Jika terus dibiarkan, ini akan berdampak buruk pada kunjungan wisata," ujar salah seorang warga yang meminta namanya tidak dicantumkan.

Kegiatan tersebut tidak hanya melanggar norma lingkungan, tetapi juga diduga kuat melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khususnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang menjadi dasar pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di Indonesia.

Selain itu, terdapat aturan turunan seperti: PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Serta Permen LHK No. 4 Tahun 2020 tentang Pengangkutan Limbah B3.

Dalam Pasal 104 UU PPLH disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan pencemaran lingkungan dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar. Jika pencemaran dilakukan dengan unsur kesengajaan, pelaku bisa dikenai pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.

Sampai berita ini diturunkan, pihak terkait, baik pemilik tambak maupun aparat pemerintahan setempat, belum berhasil dikonfirmasi.

Masyarakat berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menindaklanjuti pelanggaran ini demi menyelamatkan lingkungan dan pariwisata di Pulau Rupat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama