Kuansing Riau: Surga Para Koruptor, Neraka bagi Rakyat Kecil


Ket foto : Dr. Ir. H. Apendi Arsyad, M.Si, 

KUANSING  — Penegakan hukum di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kembali mendapat sorotan tajam. Dr. Ir. H. Apendi Arsyad, M.Si, akademisi dan aktivis sosial asal Riau, membeberkan kenyataan pahit bahwa Kuansing telah lama menjadi sarang koruptor, tempat hukum dibeli dan keadilan ditukar dengan sogokan.sabtu (12 April 2025) 

Dalam refleksi panjang yang ia tulis dari kediamannya di Bogor, Apendi menyingkap praktik KKN yang seakan telah menjadi budaya di tubuh pemerintahan Kuansing. Ia menyebut, banyak kasus suap yang sudah diputus pengadilan hanya menghukum pihak pemberi, sementara penerima suap—yang disebut terang-terangan di pengadilan—bebas melenggang tanpa sentuhan hukum.

"Ini bukan penegakan hukum. Ini dagang perkara. Kalau aparat penegak hukum takut atau sudah ikut makan uang haram, maka hukum hanya menjadi alat penindas rakyat kecil," tegasnya.

Apendi juga mengungkap bagaimana Kuansing dikeruk oleh segelintir cukong dan oligarki sawit, tanpa izin jelas, sementara rakyat adat yang mempertahankan hak tanah ulayat justru dikriminalisasi. Ia menyinggung kasus penahanan Kepala Desa Sibarakun dan tokoh masyarakat yang berani bersuara melawan PT Duta Palma, yang disebut-sebut milik taipan sawit Darmadi.

"Mereka yang melawan kezaliman justru ditangkap. Sementara para perampas tanah rakyat, justru dikawal aparat. Di negeri ini, siapa yang punya uang bisa beli keadilan," katanya geram.

Apendi juga mengkritik keras elite politik lokal yang silih berganti masuk penjara: dari Mursini, Andi Putra, hingga Sukarmis. Semua terlibat korupsi dana publik dan proyek APBD, yang ujung-ujungnya merugikan rakyat.

"Kuansing bukan kekurangan sumber daya, tapi kekurangan moral. Yang dijadikan panutan justru orang yang menggerogoti daerahnya sendiri. Sementara rakyat tetap miskin, bodoh, dan terpinggirkan," jelasnya.

Ia menilai, maraknya perkebunan sawit ilegal, penebangan liar, dan tambang gelap tak lepas dari restu oknum pejabat yang sudah menjadi bagian dari sistem mafia. Ia bahkan menyebut sebagian akademisi dan tokoh adat ikut diam demi menjaga posisi dan kepentingan pribadi.

"Ketika orang-orang berilmu dan berkuasa diam, maka kezaliman akan terus tumbuh. Diam itu pengkhianatan," tulisnya.

Lebih jauh, Apendi menyinggung pengalamannya sendiri saat terlibat konflik hukum di sebuah perguruan tinggi swasta. Ia menyaksikan langsung bagaimana manipulasi dan kekuasaan bisa membungkam kebenaran, bahkan di dunia pendidikan.

"Rektor bisa seenaknya mendirikan yayasan baru, memecat pengurus sah, dan semua diam. Ini bentuk nyata matinya nurani dan akal sehat," ungkapnya.

Sebagai penutup, Apendi menyerukan agar masyarakat tidak lagi tunduk pada elite busuk yang menjadikan kekuasaan sebagai alat perampokan. Ia menaruh harapan pada kepemimpinan Bupati Suhardiman Amby, namun mengingatkan bahwa tanpa reformasi menyeluruh dalam hukum dan birokrasi, Kuansing hanya akan terus berputar di lingkaran setan KKN.

“Selama aparat tidak bersih, pengadilan tetap jadi tempat dagang perkara, dan rakyat terus dibungkam, maka pembangunan hanya ilusi. Kuansing harus dibebaskan dari penjajahan gaya baru oleh oligarki dan koruptor lokal,” tegasnya.

Apendi menutup pesannya dengan seruan moral: lawan KKN di manapun berada. Jangan beri ruang bagi para pelaku kejahatan publik. Dan bagi mereka yang tetap bergelimang uang haram, ia hanya mengingatkan satu hal: "Neraka Jahannam menanti."

(ZUL) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama