Eks Pj Walikota Pekanbaru Cs Didakwa Korupsi Rp8,9 Miliar, Ajudan Ikut Kecipratan


Eks Pj Walikota Pekanbaru Cs Didakwa Korupsi Rp8,9 Miliar

PEKANBARU -  Eks Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Indra Pomi Nasution dan eks Plt Kepala Bagian Umum Setdako Pekanbaru, Novin Karmila, diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (29/4/2025).

Sidang mengagendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Volmer Simanjuntak dan Wahyu Dwi Oktafianto di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama.

JPU mendakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi dan Novin Karmila melakukan korupsi anggaran rutin Pemko Pekanbaru dengan modus pemotongan Ganti Uang (GU) Persediaan dan Tambahan Uang (TU) Persediaan.

Ketiga terdakwa didakwa menerima uang atau memotong anggaran rutin yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pekanbaru 2024 sebesar Rp8.959.095.000.

"Uang tersebut diperoleh dengan cara memotong pencairan GU dan TU yang seharusnya digunakan untuk keperluan negara dan pegawai negeri," ujar JPU.

Dari jumlah itu, ketiga terdakwa menerima dengan jumlah berbeda. Risnandar Mahiwa menerima Rp2.912.395.000, Indra Pomi menerima Rp2.410.000.000 dan Novin Karmila Rp2.036.700.000.

Uang tersebut juga diterima Nugroho Dwi Triputranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar Mahiwa. Ia memperoleh uang Rp1.6 miliar.

"Uang itu dibayarkan seolah-olah mempunyai utang kepada Terdakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution dan Novin Karmila serta Nugroho Dwi Triputranto. Padahal pemotongan serta penerimaan uang tersebut bukan merupakan utang," jelas JPU.

JPU menjelaskan, perbuatan Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution dan Novin Karmila serta Nugroho Dwi Triputranto terjadi pada medio Mei hingga Desember 2024.

"Ketika itu Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru mencairkan GU sebesar Rp26.548.731.080,00 dan TU sebesar Rp11.244.940.854,00, dengan total keseluruhan mencapai Rp37.793.671.934,00,” jelas JPU.

Setiap dilakukan pencairan ke Setdako Pekanbaru, Novin Karmila akan memberitahukannya kepada Risnandar Mahiwa. Selanjutnya, Risnandar meminta Indra Pomi untuk segera menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan SP2D yang diajukan oleh Novin Karmila.

Selain itu, Risnandar Mahiwa meminta Harianto selaku Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Kota Pekanbaru untuk lebih mendahulukan pencairan GU maupun TU Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.

"Hal itu karena Terdakwa Risnandar dan Indra Pomi sudah mengetahui bahwa setelah uang GU/TU tersebut cair maka ketiga terdakwa akan menerima uang bagiannya masing-masing yang berasal dari hasil pemotongan GU/TU itu," kata JPU.

Setelah uang GU atau TU tersebut dicairkan, Novin Karmila mengarahkan Darmanto selaku bendahara pengeluaran pembantu untuk memotong sebagian uang dan diserahkan kepada Novin Karmila.

Kemudian Novin Karmila menyerahkan uang tersebut kepada Risnandar Mahiwa, Indra Pomi dan Nugroho Adi Triputranto alias Untung, termasuk untuk Novin Karmila sendiri.

Risnandar Mahiwa menerima uang Rp2.912.395.000 yang diberikan secara bertahap di rumah dinas Walikota Pekanbaru. Pada Juni 2024 diberikan oleh Novin Karmila di rumah dinas Walikota Pekanbaru sebesar Rp53 juta.

Pada Juli 2024, Risnandar Mahiwa menerima Rp500 juta, Agustus 2024 sebesar Rp250 juta. Pada September 2024 diserahkan oleh Novin Karmila dua kali dengan total Rp650 juta, masing-masing Rp300 juta dan Rp350 juta.

Kemudian pada Oktober 2024 menerima uang secara tunai yang diserahkan Novin Karmila sebesar Rp300 juta.

"Uang itu bersumber dari GU," kata JPU.

Selain itu, lanjut JPU, Risnandar Mahiwa pada November 2024 menerima dua kali dengan total Rp1 miliar dari TU. Masing-masing diberikan sebesar Rp500 juta.

Selanjutnya pada 29 November 2024, menerima sebesar Rp500 juta. "Sejak Mei 2024 sampai dengan bulan November 2024 juga menerima uang secara transfer untuk pembayaran jahit baju istri Terdakwa sebesar Rp158.495.000," ungkap JPU.

Sementara Indra Pomi selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru mulai bulan Mei 2024 sampai dengan bulan November 2024 menerima Rp2.410.000.000.

Dana tersebut sebagian besar bersumber dari GU dan TU yang diserahkan oleh Novin Karmila di lingkungan Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.

JPU menyebut, pada Juni 2024, Indra Pomi menerima dana tunai sebesar Rp590 juta sebanyak lima kali penyerahan, masing-masing sebesar Rp140 juta, Rp100 juta, Rp200 juta, Rp50 juta, dan Rp100 juta.

"Seluruh dana tersebut berasal dari GU," ucap JPU. Selanjutnya, pada Juli 2024, Indra Pomi kembali menerima uang tunai sebesar Rp400 juta dari sumber GU. Penerimaan berlanjut pada Agustus 2024 sebesar Rp20 juta, dan September 2024 sebanyak dua kali penyerahan dengan total Rp250 juta, masing-masing Rp200 juta dan Rp50 juta.

Pada Oktober 2024, Indra Pomi menerima Rp150 juta, dan pada November 2024 menerima dana tunai sebesar Rp1 miliar yang bersumber dari TU. Penyerahan terakhir dilakukan di rumah dinas Walikota Pekanbaru.

Sementara itu, Novin Karmila sendiri tercatat menerima aliran dana selama periode yang sama dengan total Rp2,036 miliar. Dana tersebut juga berasal dari GU dan TU.

Rinciannya Rp200 juta pada Juni, Rp50 juta pada Juli, Rp104 juta pada Agustus, Rp232,7 juta pada September, Rp200 juta pada Oktober, dan Rp1,25 miliar pada November.

Sementara ajudan Risnandar Mahiwa yakni Nugroho Adi Triputranto alias Untung menerima dana tunai sebesar Rp1,6 miliar selama periode Mei hingga November 2024. Dana tersebut diserahkan oleh Novin Karmila dan bersumber dari GU dan TU.

JPU menjelaskan, pada Juli 2024, Untung menerima uang tunai sebesar Rp50 juta di rumah dinas Walikota Pekanbaru. Pada September 2024, Rp200 juta, masing-masing Rp100 juta, dan Oktober 2024, ia menerima tambahan dana sebesar Rp200 juta.

Penerimaan terbesar terjadi pada 29 November 2024, saat Untung menerima tiga kali penyerahan uang secara tunai dengan total Rp1,15 miliar yang berasal dari TU. Rinciannya adalah Rp1 miliar, Rp100 juta, dan Rp50 juta.

Akibat perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas dakwaan itu, Risnandar Mahiwa mengakui kesalahannya. "Saya akui telah melanggar sumpah jabatan," ucap Risnandar Mahiwa yang menyatakan tidak melakukan eksepsi atau keberatan.

Tidak mengajukan eksepsi juga dilakukan Indra Pomi dan Novin Karmila. "Saya akui pernah terima. Ada temui titipan di mobil dinas. Kami mohon maaf. Eksepsi akan diserahkan ke penasihat hukum," tutur Indra Pomi.

Majelis hakim kemudian mengagendakan sidang lanjutan pada Selasa (6/5/2025) dengan agenda meminta keterangan saksi dari JPU.


Sumber : Cakaplah.com

Editor : Feri Windria

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama